Jumat, 23 November 2007

Nat

Setelah berargument dengan ku, akhirnya aku membiarkan Dimitri melakukan pilihannya. Dimitri ingin berkelana mengelilingi Eropa. Sebenarnya bukan aku tidak setuju dengan pilihannya. Aku hanya iri. Karena aku tidak bisa melakukannya. Saat ini aku sudah terikat kontrak kerja di sekolah taman kanak-kanak. Waktu liburku hanya ketika libur sekolah tiba. Itupun masih harus dipotong hari - hari untuk rapat ini dan itu.

Pagi pagi sekali aku sudah siap di dapur, menyiapkan breakfast buat ku dan Niklas. Sejak Dimitri pergi, rumah jadi lebih sepi. Tidak ada yang berargument tentang matahari, tentang dingin, tentang susu, tentang juice dan roti bakar. Aku jadi tersenyum sendiri. Ada saja yang kami bahas, kadang2 sesuatu yang tidak penting. Masih terlalu pagi, aku membuka computer ku. Ada message dari sahabatku, Nat di Norway. Ada apa ya? Bunyi pesan yang sangat aneh. Dia sedang kesusahan, ingin kabur dari semua ini. Aku langsung mengambil telpon dan berusaha menghubunginya. Tidak ada yang menjawab. Aku meninggalkan pesan. Perasaanku semakin tidak enak.

Sejak menikahi lelaki Norway yang sangat dicintainya, Nat memutuskan untuk tinggal di negara dingin dan mahal itu. Sweden juga dingin, tapi tidak semahal di Norway. Yang kutahu dia sangat bahagia dengan suaminya. Sekarang dia sudah mulai bekerja agar tidak terlalu bosan hanya tinggal di rumah. Tapi sekarang aku menatapi baris2 tulisan nya di email "

Tak banyak kata yang dapat ungkapkan perasaanku
Sedih, kesal, kecewa dan marah
Kepada siapa aku harus marah
Tuhan

Kucoba tahan air mata
Semakin keras ku mencoba
Semakin kurasa hangatnya tetesannya di pipiku
Membuang air mata
Hanya ini yang dapat kulakukan
Tak ada orang-orang terdekatku disini
Sendiri kujalani hidup ini
Jauh dari orang-orang yang kucintai
Orang-orang yang tidak menuntut suatu apapun dariku
Orang-orang yang mencintaiku setulus hati
Suatu saat.....Akan kutinggalkan semua iniSuatu saat.....
Akan ku berlari menjauh dari semua ini
Andaikan kudapat memutar kembali waktuAndaikan.....

Sebuah puisi. Aku tahu. Nat tidak biasa menulis sebuah puisi. Ini bener2 dari hatinya. Aku kembali mencoba men dial no telpnya. Tetap tidak ada yang menjawab. Aku hanya bisa berharap Nat baik2 saja.
Aku berharap Dimitri mengirimkan email tentang keberadaannya. Tapi tidak ada satupun email darinya. Aku hanya menebak2 dimana dia sekarang. Aku dan Dimitri bagai sedang memainkan mind game. Dulu aku sering bilang, kalau aku nanti akan pergi traveling seorang diri dan tidak akan mengontak siapapun. Dimitri bilang, itu sama saja aku tidak sayang sama orang2 disekelilingku. Karena mereka pasti worry. Sekarang Dimitri melakukan apa yang ingin kulakukan. Dimitri sering bilang, nanti kamu rasakan sendiri rasanya bagaimana kalau diperlakukan seperti itu. Aaah, he is so right. Aku tidak suka perasaan ini.
Sudah sepuluh hari sejak Dimitri pergi. Aku mulai kangen. Aku mulai tidur dengan bajunya. Mulai senewen. Setiap hari bisa mengecek email berkali2, berharap ada kabar dari nya.
Sampai saat ini pun aku belum menerima kabar dari Nat. Semua hanya tanda tanya. Aku semakin senewen. Aku sempat terpikir untuk pergi ke Norway weekend nanti. Akan menghabiskan banyak biaya, tapi at least aku tahu sesuatu tentang sahabatku. Untuk Dimitri, aku yakin dia bisa menjaga dirinya sendiri. Aku yakin dia akan menghubungi ku kalu dia kenapa2.
Kusampaikan niat ku ke Niklas. Niklas yang mengenal Nat sebaik aku, juga merasa worry. Niklaspun membiarkanku pergi. Akupun mencari ticket untuk ke Tromso.
Jumat sore, kelas telah selesai. Aku buru2 membereskan semua pekerjaanku dan siap2 menuju bus station untuk kemudian menuju airport. Excited dan takut. Perasaan yang aneh. Sudah lama sekali tidak bertemu Nat. Sepanjang perjalanan aku hanya merenung. Mencoba membaca buku, tapi tidak ada satupun yang tertinggal di otakku. Kuputuskan menutupnya saja. Tidur.
Dalam taxi yang membawaku ke rumah Nat, aku sempat berusaha menghubungi mobile phone Nat berkali2. Selalu tidak terjawab. Apakah handsetnya tertinggal, atau hilang, atau apa ya? Aku mencocokkan nomor rumah seperti yang tertulis di namecard nya. Yep. Ini rumahnya. Rumah kecil dengan kayu2 putih. Halaman yang luas. Tirai jendela tertutup. Aku melihat ada anjing kecil berlari di halaman. Tapi segera menghilang ke luar pagar. Aku membunyikan lonceng kecil yang digantung di pintu pagar. Tidak ada yang keluar. Aku mencoba membuka pagarnya. Berhasil. Kulangkahkan kakiku segera menuju pintu utama. Menggedor2 nya beberapa kali. Tidak ada reaksi. Aku mengelilingi rumah nya. Menuju pintu belakang. Hanya ditutupi pintu dengan kasa, sedangkan daun pintu terbuka. Aku melongok kedalam. Gelap. Bagaimana mungkin pintu ini tetap dibiarkan terbuka? Akhir November sangat dingin disini. Aku mndorong pintu kasa. Menyalakan lampu. Berantakan sekali.
"Nat... Nat.." panggilku beberapa kali. Aku masuk terus ke ruang tengah. Aku tidak mampu berkata2. Sahabatku, Nat, terbaring disana. Wajahnya lebam kebiruan, mata putihnya berwarna merah karena pecahnya pembuluh darah. Dia menangis begitu melihatku. Dia memelukku erat sekali. Aku tidak tahu harus memulai pertanyaan dari mana. Kubiarkan dia menangis. Sampai dia tertidur.

Aku mulai membereskan barang2 yang berantakan di rumah Nat. Aku juga sudah menghubungi Niklas kalau aku sudah tiba di Tromso, dan Nat baik2 saja. Aku tidak ingin menceritakan panjang lebar dulu. Akupun belum tahu apa yang terjadi.

Aku menyiapkan makanan untuk Nat. Hanya cream soup dan roti. Itu yang ada di kulkas nya. Rasanya Nat sudah kurus sekali. Aku membangunkan Nat untuk makan. Dia menyuapkan makanann ya dengan susah payah. Ternyata rongga mulutnya pun luka dengan sariawan. Aku tidak bertanya apa2. Kubiarkan Nat menghabiskan makanannya dulu. Sambil pikiranku mulai menerawang dan memikirkan yang tidak2. Aku harus membawa Nat dari sini.

Tidak ada komentar: