Minggu, 23 Agustus 2009

If Only

Aku sedang merasa sangat hancur berantakan. Merasa bersalah.

Sahabat ku menjalani hari2 nya melawan penyakit dengan tegar. Menghadapi segala tantangan dan cobaan seorang diri. Berkali2 aku katakan kepadanya, "hubungi aku setiap saat kamu memerlukanku". Dia pun mencoba menghubungiku.

Sepanjang hampir dua tahun terakhir, begitu banyak telponnya yang masuk untuk ku. Aku hanya menjawab dengan, "ya, sabar ya...nanti kamu akan baik2 saja". Aku tidak pernah datang menemaninya disaat dia seorang diri menggigil melawan efek terapi yang dijalani nya. Aku tidak pernah ada saat dia tak mampu lagi mengemudikan mobilnya, dan akhirnya tidur di pinggir jalan karena kesakitan. Aku tidak ada disana saat dia hanya butuh seseorang untuk diajak bicara.

Aku membatalkan banyak janjiku dengannya. Aku memilih untuk pergi bersenang2 dengan teman lain, sementara sahabatku terbaring sendiri di RS. Aku benar2 busuk.

Kemarin, seharusnya aku pergi bersamanya. Aku yang mengajaknya pergi keluar untuk makan dan menonton film. Aku tau dia senang sekali. Bahkan dia rela mengikuti pilihan film ku walaupun dia sudah menontonnya. Karena kami sudah lama sekali tidak pergi hanya berdua. Saat dimana kami bisa bercerita apapun. Tapi apa yang kulakukan. Aku mengajak orang lain. Aku bisa melihat kekecewaannya. Karena artinya tidak ada sharing session hari ini. Sahabatku memutuskan pulang setelah menonton meninggalkan aku dengan temanku. Tidak mau makan. Sahabatku tidak banyak bicara.

Siang tadi, harusnya aku menemuinya. Menemaninya, karena ketika kuhubungi dia seorang diri dan sedang tidak sehat. Tapi aku malah menyuruhnya tidur saja dan pergi bertemu teman2 lain yang sehat dan tertawa2 di mall.

Malam ini, sahabatku telah pergi. Dia tidak mengucapkan salam apapun padaku. Dia tidur dengan masih menggenggam telpon ditangannya. Dari history log, akulah yang terakhir berbicara dengannya. Dia sahabatku. Yang tidak pernah mengeluh memiliki sahabat sebusuk diriku. Aku tau dia terluka oleh ku. Dan sekarang dia tidak akan kembali lagi.

Walapun aku bersimpuh dikakinya untuk mengampuniku dan memintanya memberikan kesempatan lagi bagiku, semua tidak akan terjadi. Betapa aku menyesal tidak pernah mendampinginya melewatkan malam di RS seperti yang dilakukannya waktu aku sakit. Betapa aku menyesal membiarkannya pergi seorang diri padahal aku bisa menemaninya. Dengan senyuman dia pernah mengatakan "it's your choice".

Aku telah salah memilih. Semua sudah terlambat. Aku hanya bisa menyesali.