Senin, 24 Desember 2007

Xmas Eve

Gereja serasa tidak seramai biasanya. Aku sempet bersalaman dengan beberapa teman. Lalu aku bergegas kembali kerumah. Aku kedinginan sekali. Niklas masih di gereja, ada dinner bersama.

Setiba di rumah aku langsung masuk ke dalam selimut. Tidak biasanya aku seperti ini. Aku rasa malaria ku kambuh. Aku menggigil tidak karuan. Berusaha mencari obat tapi ternyata aku sudah tidak punya lagi. Aku paksakan diriku untuk membuat teh panas. Meneguknya dengan cepat. Lidah ku terbakar, tapi badan ku sedikit lebih baik. Akhirnya aku berusaha memejam kan mata kembali ke tempat tidur.

Kalau lagi sakit begini, aku berharap Dimitri ada disini. Dia yang paling tau bagaimana menghandle hal ini. Tapi kabarpun tidak ada. Aku tidak tau dia ada di belahan negeri mana saat ini. Mayaku mulai memejam. Badanku perlahan2 mulai hangat. Aku pun terlelap.

Aku setengah terbangun sambil mengusap airmata ku. Aku bermimpi Dimitri. Aku kangen sekali. Tapi bagaimana bisa menghuunginya. Aku bangun dari ranjangku. Melihat jam dipergelangan tanganku, pukul 02.14 dini hari. Sayup2 aku mendengar ada orang bercakap2 di ruang depan. Niklas. Tapi dengan siapa? Aku melangkah ke depan. Sedikit pusing. Dan waaaaa...aku langsung lari dan memeluk nya. Dimitri disana. Oh Tuhan, aku kangen sekali. Dimitri langsung memegang wajah dan leherku. Ya, aku tau, badan ku panas sekali. Tapi aku bahagia sekali. Air mata ku kembali mengalir deras dalam tawa ku. Niklas tertawa2. Akhirnya doa ku terkabul. Aku sangat ingin Dimitri berada diantara kami saat Xmas datang. Miracle itu ada. Sepanjang malam sampai pagi kami hanya duduk2 mengobrol. Aku senang sekali duduk disamping Dimitri dan tangannya tidak lepas merangkulku.

Sambil memejamkan mata, aku bersukur, Terima kasih Tuhan, untuk berkah indah di hari Natal ini. Merry Xmas Niklas, Merry Xmas Dimitri.

Selasa, 27 November 2007

Amsterdam Dalam Kenangan

Masih tidak dapat kupercaya. Tapi mungkin juga aku yang terlalu jauh berasumsi. Nat hanya jatuh dari tangga. Itu yang membuat memar2 disekujur tubuhnya. Lalu ada apa dengan pesan di email yang kuterima? Lalu suaminya sekarang. Selama aku dua hari dirumahnya, tidak sekalipun aku mendengar telpon dari suaminya atau Nat menelpon suaminya.

Ahh, sudah lah. Aku sudah berusaha untuk menolong Nat, tapi Nat tidak membutuhkannya. Dia bilang dia akan baik baik saja. Hanya terlalu lelah dengan pekerjaannya, lalu jatuh terjerembab. Dan tentu saja dia ingin sekali kembali ke Indonesia saja. Tapi menurutnya itu hanya keinginan sesaat. Nat mencintai suami dan tempat tinggalnya.

Hari ini aku harus kembali. Kembali ke Jonkoping. Berat hati meninggalkan Nat seorang diri, tetapi hidupku pun harus terus berlanjut. Sepanjang perjalanan aku hanya tertidur.

Niklas menjemputku di bus station. Niklas terlihat ceria sekali. Tidak henti-hentinya menceritakan pertandingan bola yang diikutinya weekend kemarin. Walaupun hasil akhirnya team Niklas kalah, tapi Niklas seneng sekali. Menurut Niklas, bukan hasil akhir dari pertandingan yang penting, tetapi bagaimana pertandingan itu berlangsung lah yang paling penting. Sangat positif. Aku suka itu.

Niklas juga mengabarkan kabar lain. Kabar baik lain yang kuterima adalah Dimitri menelpon ke rumah. Walaupun itu berarti aku tidak sempat berbicara dengannya, at least aku tau kalau dia baik-baik saja. Saat menelpon, Dimitri sedang berada di Amsterdam.

Amsterdam. Kota tua yang menyenangkan. Aku pernah memutuskan untuk menetap di Amsterdam beberapa tahun yang lampau. Tapi kacaunya hubungan ku dengan seseorang telah membatalkan niatku. Seketika lamunanku kembali ke masa lalu. Pekerjaanku sebagai exportir furniture telah mempertemukanku dengan Bastiaan. Lelaki yang akhirnya memintaku untuk menikahinya. Kami telah memiliki sebuah apartement kecil di Antonistraat. Telah mengisi perlengkapan rumah tangga didalamnya. Dengan susah payah menaikkan sofa jati ke lantai empat dengan mengikat tali melalui jendela. Memecahkan satu coffee table. Mengurus surat ini dan itu di city hall. Melihat lihat berbagai design untuk baju pengantin, memilih restoran, mendesign undangan. Aku bahkan berhenti bekerja untuk mengurus itu semua. Saat-saat yang menyenangkan. Tapi semua harus berakhir dengan adanya orang lain yang masuk ke dalam kehidupan kami. Sudahlah, aku berusaha mengibas jauh kenangan buruk itu. Well, suatu hari nanti aku ingin kembali ke Amsterdam, hanya untuk menikmati suasana nya. Berjalan-jalan diantara bangunan-bangunan tua yang mengagumkan. Menikmati sore hanya dengan duduk santai di cafe pinggir jalan. Ya mungkin aku masih bisa pergi ke toko roti favoritku di ujung Antonistraat. Andai saja aku dapat melakukan ini dengan Dimitri...

Begitu tiba di rumah aku langsung membuka komputerku. Sudah beberapa hari ini aku tidak mengecek email. Dan wah, dapat banyak sekali email. Dari seorang teman di Indonesia, mengabarkan perjalanan terbarunya ke Baduy. Aku melihat foto-foto yang di attached. Lalu ada email dari B. Doeksen. Deg. Jantungku berhenti berdegup beberapa saat. Aku baru saja membayang-bayangkan Amsterdam, dan kini Bastiaan Doeksen mengirimkan email untukku. Well, kami memang masih keep contact. Tapi tidak secara rutin. Sudah lebih dari satu tahun rasanya kami tidak saling memberi kabar.

Bastiaan hanya menanyakan kabar. Dia memberitahukan bahwa Christmas nanti ingin ke Indonesia, karena ingin merayakannya di Bandung di tempat tantenya. Dia berharap dapat bertemu dengan ku. Too bad. Tidak mungkin.

Aku dan Niklas belum mempunyai rencana apa-apa untuk Christmas nanti. Well, Niklas pernah berujar, mari kita temui Dimitri dimanapun dia berada saat Christmas nanti. Cukup menarik. Semoga saja Christmas nanti Dimitri berada di negara yang belum pernah kudatangi.

Jumat, 23 November 2007

Nat

Setelah berargument dengan ku, akhirnya aku membiarkan Dimitri melakukan pilihannya. Dimitri ingin berkelana mengelilingi Eropa. Sebenarnya bukan aku tidak setuju dengan pilihannya. Aku hanya iri. Karena aku tidak bisa melakukannya. Saat ini aku sudah terikat kontrak kerja di sekolah taman kanak-kanak. Waktu liburku hanya ketika libur sekolah tiba. Itupun masih harus dipotong hari - hari untuk rapat ini dan itu.

Pagi pagi sekali aku sudah siap di dapur, menyiapkan breakfast buat ku dan Niklas. Sejak Dimitri pergi, rumah jadi lebih sepi. Tidak ada yang berargument tentang matahari, tentang dingin, tentang susu, tentang juice dan roti bakar. Aku jadi tersenyum sendiri. Ada saja yang kami bahas, kadang2 sesuatu yang tidak penting. Masih terlalu pagi, aku membuka computer ku. Ada message dari sahabatku, Nat di Norway. Ada apa ya? Bunyi pesan yang sangat aneh. Dia sedang kesusahan, ingin kabur dari semua ini. Aku langsung mengambil telpon dan berusaha menghubunginya. Tidak ada yang menjawab. Aku meninggalkan pesan. Perasaanku semakin tidak enak.

Sejak menikahi lelaki Norway yang sangat dicintainya, Nat memutuskan untuk tinggal di negara dingin dan mahal itu. Sweden juga dingin, tapi tidak semahal di Norway. Yang kutahu dia sangat bahagia dengan suaminya. Sekarang dia sudah mulai bekerja agar tidak terlalu bosan hanya tinggal di rumah. Tapi sekarang aku menatapi baris2 tulisan nya di email "

Tak banyak kata yang dapat ungkapkan perasaanku
Sedih, kesal, kecewa dan marah
Kepada siapa aku harus marah
Tuhan

Kucoba tahan air mata
Semakin keras ku mencoba
Semakin kurasa hangatnya tetesannya di pipiku
Membuang air mata
Hanya ini yang dapat kulakukan
Tak ada orang-orang terdekatku disini
Sendiri kujalani hidup ini
Jauh dari orang-orang yang kucintai
Orang-orang yang tidak menuntut suatu apapun dariku
Orang-orang yang mencintaiku setulus hati
Suatu saat.....Akan kutinggalkan semua iniSuatu saat.....
Akan ku berlari menjauh dari semua ini
Andaikan kudapat memutar kembali waktuAndaikan.....

Sebuah puisi. Aku tahu. Nat tidak biasa menulis sebuah puisi. Ini bener2 dari hatinya. Aku kembali mencoba men dial no telpnya. Tetap tidak ada yang menjawab. Aku hanya bisa berharap Nat baik2 saja.
Aku berharap Dimitri mengirimkan email tentang keberadaannya. Tapi tidak ada satupun email darinya. Aku hanya menebak2 dimana dia sekarang. Aku dan Dimitri bagai sedang memainkan mind game. Dulu aku sering bilang, kalau aku nanti akan pergi traveling seorang diri dan tidak akan mengontak siapapun. Dimitri bilang, itu sama saja aku tidak sayang sama orang2 disekelilingku. Karena mereka pasti worry. Sekarang Dimitri melakukan apa yang ingin kulakukan. Dimitri sering bilang, nanti kamu rasakan sendiri rasanya bagaimana kalau diperlakukan seperti itu. Aaah, he is so right. Aku tidak suka perasaan ini.
Sudah sepuluh hari sejak Dimitri pergi. Aku mulai kangen. Aku mulai tidur dengan bajunya. Mulai senewen. Setiap hari bisa mengecek email berkali2, berharap ada kabar dari nya.
Sampai saat ini pun aku belum menerima kabar dari Nat. Semua hanya tanda tanya. Aku semakin senewen. Aku sempat terpikir untuk pergi ke Norway weekend nanti. Akan menghabiskan banyak biaya, tapi at least aku tahu sesuatu tentang sahabatku. Untuk Dimitri, aku yakin dia bisa menjaga dirinya sendiri. Aku yakin dia akan menghubungi ku kalu dia kenapa2.
Kusampaikan niat ku ke Niklas. Niklas yang mengenal Nat sebaik aku, juga merasa worry. Niklaspun membiarkanku pergi. Akupun mencari ticket untuk ke Tromso.
Jumat sore, kelas telah selesai. Aku buru2 membereskan semua pekerjaanku dan siap2 menuju bus station untuk kemudian menuju airport. Excited dan takut. Perasaan yang aneh. Sudah lama sekali tidak bertemu Nat. Sepanjang perjalanan aku hanya merenung. Mencoba membaca buku, tapi tidak ada satupun yang tertinggal di otakku. Kuputuskan menutupnya saja. Tidur.
Dalam taxi yang membawaku ke rumah Nat, aku sempat berusaha menghubungi mobile phone Nat berkali2. Selalu tidak terjawab. Apakah handsetnya tertinggal, atau hilang, atau apa ya? Aku mencocokkan nomor rumah seperti yang tertulis di namecard nya. Yep. Ini rumahnya. Rumah kecil dengan kayu2 putih. Halaman yang luas. Tirai jendela tertutup. Aku melihat ada anjing kecil berlari di halaman. Tapi segera menghilang ke luar pagar. Aku membunyikan lonceng kecil yang digantung di pintu pagar. Tidak ada yang keluar. Aku mencoba membuka pagarnya. Berhasil. Kulangkahkan kakiku segera menuju pintu utama. Menggedor2 nya beberapa kali. Tidak ada reaksi. Aku mengelilingi rumah nya. Menuju pintu belakang. Hanya ditutupi pintu dengan kasa, sedangkan daun pintu terbuka. Aku melongok kedalam. Gelap. Bagaimana mungkin pintu ini tetap dibiarkan terbuka? Akhir November sangat dingin disini. Aku mndorong pintu kasa. Menyalakan lampu. Berantakan sekali.
"Nat... Nat.." panggilku beberapa kali. Aku masuk terus ke ruang tengah. Aku tidak mampu berkata2. Sahabatku, Nat, terbaring disana. Wajahnya lebam kebiruan, mata putihnya berwarna merah karena pecahnya pembuluh darah. Dia menangis begitu melihatku. Dia memelukku erat sekali. Aku tidak tahu harus memulai pertanyaan dari mana. Kubiarkan dia menangis. Sampai dia tertidur.

Aku mulai membereskan barang2 yang berantakan di rumah Nat. Aku juga sudah menghubungi Niklas kalau aku sudah tiba di Tromso, dan Nat baik2 saja. Aku tidak ingin menceritakan panjang lebar dulu. Akupun belum tahu apa yang terjadi.

Aku menyiapkan makanan untuk Nat. Hanya cream soup dan roti. Itu yang ada di kulkas nya. Rasanya Nat sudah kurus sekali. Aku membangunkan Nat untuk makan. Dia menyuapkan makanann ya dengan susah payah. Ternyata rongga mulutnya pun luka dengan sariawan. Aku tidak bertanya apa2. Kubiarkan Nat menghabiskan makanannya dulu. Sambil pikiranku mulai menerawang dan memikirkan yang tidak2. Aku harus membawa Nat dari sini.

Camping Site - New Friends

Hari - hari yang menyenangkan. Kami lumayan sibuk. Mulai banyak dapat pesanan pisang goreng dan kopi dari beberapa tetangga. Akhir minggu ini aku, Niklas dan Dimitri akan pergi camping di pebukitan. Mau meluruskan kaki kata Niklas.

Bangun pagi. Menyiapkan backpack masing2. Sebenarnya kami hanya akan pergi camping 2 malam. Tapi, Di atas sana akan dingin sekali. Bukan season yang tepat untuk pergi camping. Tapi kami memang orang2 yang aneh, he he he. Begitu siap untuk berangkat, kaget juga melihat tas Niklas yang gede banget. Ternyata muatannya makanan semua. Good deh!
Selama tinggal di Indonesia, aku tidak pernah sekalipun pergi naik gunung. Well, semasa masih sekolah dulu, aku pernah ikut hash, di pebukitan. Aku tidak tau apakah itu termasuk naik gunung. Jadi bisa dikatakan, ini kali pertama ku naik gunung. Tidak begitu menanjak. Tapi dengan pakaian yang sangat tebal membuatku sulit melangkah dan bergerak dengan bebas. Dimitri membawakan backpack ku. Thanks, man!

Sejauh mata memandang, hamparan hijau rumput, bunga2 kecil berwarna kuning dan putih. Indah sekali. Semilir angin dingin sekali2 menyapu kulit muka ku. Ada perasaan senang. Sangat senang.

Niklas memilih satu lokasi, dekat ke air terjun kecil. Air nya freezing. Sekitar 50 meter dari lokasi kami ada satu tenda lain disana. Dimitri dan Niklas mendirikan tenda. Aku berbaring di rumput yang tebal. Very peaceful. Setelah tenda beres, Niklas menyiapkan kompor kecil untuk memanaskan air. Saatnya minum kopi.

Sepanjang hari kami hanya tidur2an di rumput dan ngobrol ngalor ngidul. Pergi dengan orang2 dekat seperti mereka, sudah lama sekali tidak ku lakukan. Perut sudah mulai laper. Kami mengeluarkan sosis dan kentang. Siap memanggangnya.
Mulai gelap. Kami memasukkan badan ke dalam tenda dengan kepala tetap di luar. Memandangai langit. Menunggu bintang. Aku tidak tau malam itu berakhir bagaimana. Aku rasa aku ketiduran sebelum yang lain. Tengah malam aku terbangun, kedinginan. Masuk ke dalam selimut. Hanya ada suara angin. Dimitri terbangun juga.

Aku dan Dimitri memutuskan untuk keluar dari tenda, meninggalkan Niklas yg tertidur pules. Kami menyalakan pemanas air. Saat itu jam 4 pagi. Aku menyalakan rokok. Rokoknya Dimitri. Bau cengkeh. Waah, uda lama sekali rasanya tidak merokok. Dulu aku memutuskan berhenti merokok karena merasa payah sekali kalau jogging. Aku melihat sinar senter mendekat. Ternyata dua orang dari tenda lain. Mereka menyapa kami. Kami membalas sapaan mereka. Lalu mereka nyerocos pakai bahasa yang tidak kami mengerti. Untungnya mereka cepat menyadari dan memakai bahasa inggris. Akhirnya kami berbincang2 dalam dingin. Dimitri menawarkan rokok kreteknya. Mereka suka sekali. Dan mereka langsung terpana ketika kami suguhkan kopi. Enak sekali menurut mereka. Mereka, Ulrika dan Kjell, ternyata tidak tinggal jauh dari tempat tinggal kami. Ulrika seorang guru TK, sedangkan Kjell bekerja di kantor pemerintah kota. Karena kami bercerita sambil tertawa2, Niklas terbangun. Lalu bergabung dengan kami. Niklas bilang, kelihatannya aku dan Dimitri sudah tidak memerlukan nya lagi, bisa bersosialisasi sendiri. Well, tentu saja maksudnya bercanda. Sebenarnya wangi tembakau dan cengkehlah yang mempertemukan kami dengan teman2 baru. He he he...

Hari ini kami akan trekking ke hutan diatas bukit ini. Kalo beruntung kami bisa menemukan chipmunk. Kiki dan Koko di film kartun. He he he. Ulrika dan Kjell akan ikut bersama kami. begitu memasuki hutan, wangi dedaunan nya sangat segar. Seperti minuman yang biasa aku pesan, kalo ke dixie. Itu lho minuman yang dibuat dari daun mint.

Ini perjalanan trekking yang berbeda. Di Indonesia, kalau pergi trekking, biasanya kami berjalan dengan cepat. Kali ini kami berjalan santai sekali. Sambil melihat2 tanaman2. Menyenangkan. Tidak ada yang kami buru. Jadi santai saja. Tiba2 Kjell yang berjalan paling depan, berhenti dan meminta yang lain diam. Kami mengikuti arah tangan Kjell yang menunjuk ke tanah dan pohon tidak jauh dari tempatnya berdiri. Ada 3 ekor chipmunk sedang mengigiti sesuatu. Gerakan nya lucu. Dan kemi hanya terpaku memandangi kegiatan mereka. Seperti anak kecil. Setelah puas akhirnya kami melanjutkan perjalanan kami, dan chipmunks pun berlarian ke rongga2 di bawah pohon.

Pohon2 di hutan ini tinggi sekali. Tapi model pohonnya memang berbeda. Langsing dan berdaun jarang. Jadi sinar matahari tetep bisa menembus kedalam. Niklas tiba2 mengajak kami mengambil jalan kecil ke arah kanan. Agak sedikit mendaki. Tapi disepanjang jalan setapak itu ditumbuhi bunga berbagai warna. Hanya setinggi mata kaki. Dan tepat diatas puncak pendakian, kami semua tercengang sementara Nikls tersenyum bangga. Waaaaa, ada danau kecil. Indah sekali. Kami berlarian menuruni bukit kecil itu. Aku mencopot sepatuku. Menggulung celana panjangku. Mencelupkan kaki kedalam danau. Dingin. Tapi menyenangkan. Yang lainpun ikutan melakukan hal yang sama. What a live. Semua terasa indah.

Menjelang sore, kami memutuskan kembali ke camping site. Menyiapkan makan malam. Menu kami malam ini adalah jagung bakar, sosis (lagi) dan roti dari Ulrika dan Kjell. Kami menghabiskan malam bersama. Besok sudah harus kembali ke rutinitas lagi. Liburan yang menyenangkan dengan teman2 baru yang juga menyenangkan.

Selamat Datang Dimitri

Setelah berhari2 hanya sibuk di stall makanan, hari ini aku dan Niklas memutuskan untuk tidak berjualan. Huahaha...kami penikmat free time. Jadi kapanpun kami mau, kami siap untuk bersenang2.

Hari ini belahan jiwa ku, Dimitri, tiba. Aku akan menjemputnya di bus station saja, bukan di airport. Aku merasa deg2an juga. Belum satu bulan aku meninggalkannya di tanah air, tapi rasa kangen itu sudah memenuhi seluruh relung dadaku.

Bus itu belum dateng juga. Aku melirik jam di pergelangan tanganku untuk kesekian kalinya lagi. Sudah satu jam aku menunggu. Aku mengalihkan perhatianku ke buku yang kubawa. Lebih baik membaca saja. Aku jadi ingat, buku ini belum selesai juga kubaca. Dimitri yang memberikannya. Pandanganku menjadi kabur, pikiranku mengembara ke masa lalu. Aku suka sekali membaca buku motivasi. Dimitri adalah teman debat ku di book club yang kami ikuti. Dimitri sering mencelaku, karena aku tau sesuatu yang salah, tapi tetap saja aku kerjakan. Tapi menurutku, itu artinya bersenang2. Aku tidak ingat kapan dan kenapa akhirnya kami bisa saling mencintai. Semua terjadi begitu saja. Lamunanku buyar seiring dengan bunyi deru mesin bus yang memasuki bus station. Akupun segera berdiri dan beranjak menuju arah kedatangan penumpang.

Dimitri tersenyum dan melambai kearahku. Dia bergegas. Meletakkan backpacknya begitu saja dan secepat kilat merengkuhku kedalam pelukannya. Aku dapat merasakan kalau dia juga kangen sama aku.

Kami berjalan ke arah mobil yang kuparkir tidak jauh dari tempat kedatangan. Aku tidak dapat berhenti bicara. Aku memang bawel. Aku menceritakan semua yang kulakukan selama ini. Padahal aku sudah pernah meng update hal itu melalui email. Dimitri hanya tersenyum. Tangannya tidak lepas dari kepala ku. Dia memang suka sekali mengusap kepalaku.
Tiba di rumah, Niklas siap menyambut. Dimitripun baru kali ini bertemu dengan Niklas. Mereka langsung cepat akrab. Aku meninggalkan mereka berbincang2. Pergi menyiapkan makan malam. Aku senang sekali. Dan aku bersenandung kecil.

Aku tidak pernah menyangka kalau Dimitri akan menyusulku. Dimitri baru saja memulai hidupnya. Aku menyebutnya demikian. Dia baru saja mendapatkan pekerjaan yang sangat diidam2kannya. Dan mendapatkan fasilitas bagus, gaji bagus, dan tentunya posisi yang mapan. Semua yang ingin dibuktikannya telah diraihnya. Itulah sebabnya, ketika aku memutuskan meninggalkan tanah air, aku tidak mau memberitahunya. Aku tidak ingin mengacaukan rencana hidupnya.

Separuh dari jiwa ku kebingungan. Ada apa sebenarnya? Kenapa dia meninggalkan itu semua? Semua mimpinya. Di pihak lain aku juga kegirangan. Bersama kembali dengan belahan jiwaku. Aku tersenyum sendiri. Selamat datang Dimitri.

Pisang Goreng dan Kopi di Sudut Jalan

Tepat disudut, on the corner. Stall makanan kami berwarna orange. Sengaja. Untuk menarik perhatian diantara stall makanan lain yang mayoritas berwarna biru dan hijau. Beberapa orang berbisik2 dan mulai bingung dengan makanan yang kami jual. Niklas dengan antusias menjelaskannya. Beberapa dari mereka akhirnya memutuskan mencobanya. Udara dingin dan pisang goreng! Kombinasi sempurna. Setelah aku menggorengnya, meletakkan pisang goreng tersebut di atas paper plate. Aku menaburinya dg tepung gula, membubuhi sedikit coklat cair diatasnya, plus sepotong cherry sebagai penghias. Niklas dg sigap menyerahkan pisang goreng itu dalam sebuah nampan kecil, beserta kopi panas dalam paper cup. Kopi adalah complimet dari kami. Mereka senang sekali. Kopi yang harum katanya. Tentu saja. Kopi dari Indonesia memang harum.

Lama kelamaan semakin banyak pelanggan yang datang. Aku sempat membakar tanganku dengan tidak sengaja menempel pada wajan. Aku kurang hati2. Tidak disangka, hari pertama kami, berhasil menghabiskan 3 sisir pisang hanya dalam waktu 1 jam. Sebenarnya pisangnya tidak begitu cocok untuk pisang goreng, tapi mau mencari dimana lagi. Ini aja sudah cukup mahal. Aku dan Niklas membereskan peralatan memasak dan segera beranjak pulang. Tujuan kami adalah kembali berbelanja pisang

Setelah selesai menyiapkan makan malam, aku pergi mandi. Membiarkan air panas mengucur di kepalaku. Sensasinya selalu menyenangkan. Kalu begini, aku kembali ingat ke tanah air, aku ingat belahan jiwaku. Well, tidak lama lagi. Tadi aku menerima email darinya. Dia akan segera menyusulku. Semangatku kembali. Aku buru2 menyelesaikan mandi ku.
Di meja makan Niklas sudah menunggu. Kami dengan lahap menghabiskan apa yang ada di meja. Aku makan semakin banyak akhir2 ini. Apakah karena dingin? Atau...

Jonkoping yang Dingin

Dingin. Menusuk ke tulang2 ku. Aku mengintip dari balik tirai jendela kamar. Hutan pohon2 tinggi tidak jauh dari lapangan kosong sekitar rumah ini. Aku melirik jam di meja, pukul 11 siang. Tapi diluar seperti masih jam 5 pagi di Jakarta. Mungkin karena ini di kutub kali ya.
Dengan malas aku bangkit dari ranjang, dan mengenakan sweatshirt tambahan. Keluar dari kamar. Aku bingung mau kearah mana. Aku mendengar suara air keluar dari keran, mengucur. Aaah, ternyata Niklas sedang mencuci piring dan gelas. Aku memandanginya beberapa saat. Aku baru menyadari, ada yang berbeda dari Niklas. Ya, dia memakai anting. Niklas telah menyiapkan breakfast untuk ku. Potongan2 buah dan beberapa lembar roti dan keju. Aku meraih cangkir dan membuka2 beberapa lemari diatas kepala ku. Mencari botol kopi. Aroma kopi langsung menyergap hidungku. Tak seharum kopi aceh, tapi cukup lah untuk menghangatkan diri danmembuka mataku.

Selama menikmati breakfast, aku mulai bawel. Banyak sekali yang aku pertanyakan. Aku dan Niklas bertemu di Jakarta lebih dari 10 tahun yang lalu. Kami mempunyai the same interest, terutama terhadap laki2. Ya, aku menyukai laki2 sudah pasti. Dan Niklas juga menyukai laki2 yang aku sukai. Niklas adalah seorang lelaki baik, yang telah menjadi teman baikku. Walau kami hanya bertemu beberapa kali dalam 10 tahun terakhir ini.

Hari ini Niklas akan mengajakku untuk menemui teman2nya. Kami akan berkunjung kerumah seorang teman. Kebanyakan orang di Jonkoping tidak pergi ke coffee shop untuk hangout, karena itu mahal sekali. Wah, di Jakarta aku bisa hampir setiap hari pergi minum kopi di coffee shop. Pemborosan.

Teman2 yang seru dan menyenangkan. Mereka antusias sekali bertanya tentang Indonesia sekarang. Beberapa dari mereka sudah pernah ke Indonesia dan sangat ingin kembali lagi. Aku jadi tergoda untuk pulang. No way, not now. Sore itu kami habiskan hanya dengan berbincang2.
Sudah pukul 9 malam. Aku dan Niklas sedang menyusun rencana kerja. Huahahaha. Rencana jalan2 tepatnya. Niklas mengatakan kalau selama 2 minggu pertama, aku akan dibawanya berkeliling. Mengenal dan menghapal jalan. Terutama ke daerah tempat kami akan membuka stall makanan. Niklas juga telah mengurus semua ijin resmi. Walaupun di kota kecil, maslah sanitasi sangat penting. Untuk membuka stall makanan harus melewati banyak tahap seleksi, terutama kebersihan tempat dan bahan makanan. Aku sungguh excited menuggu semua terwujud.

Aku menyempatkan diri mengecek email sebelum tidur. Wah, seorang teman baikku dari Indonesia yang sekarang menetap di Tromso akan berkunjung. What an effort! Tapi tetap lebih murah daripada dia mengunjungiku di Jakarta.

Ngantuk. Dingin. Aku masuk kembali kedalam selimutku. Mataku mulai terpejam, pikiranku melayang entah kemana....

Perjalanan Panjang

Aku mencari nomor seatku. Sekali lagi aku mencocokkan dengan nomor yang ada di boarding pass di tanganku. Seat ku di isle. Aku suka, karena akan dengan mudah mengamati orang2 di seats lain. Dan dengan mudah pula mondar mandir ke toilet.

Aku meletakkan daypackku di bawah kursi didepanku. Terlebih dahulu mengambil buku dan U3 ku. Aku tidak menyadari kapan pesawat ini take off. Ternyata aku terlelap. Aku dibangunkan oleh petugas cabin. Saatnya makan. Aku tidak begitu ingin makan. Hanya ingin minum. Yang menyenangkan dari penerbangan international, karena ada minuman beralcohol. Setelah menenggak sedikit vodka lime, aku melihat sekelilingku. Ada 2 orang laki2 di samping kananku. Mereka serempak menyapaku. Gonna be fun. Aku bangkit ke toilet. Perlu menyegarkan diri.

Teman perjalanan yang menyenangkan. Kami bertukar banyak cerita. Yang membuat aku iri, mereka telah lebih banyak menjelajah negeriku dari pada seumur hidupku berkeliling Indonesia. Dan ini sedikit menimbulkan penyesalan di hatiku. Kepergianku kali ini untuk waktu yang tidak terbatas. Kapan aku bisa kembali untuk menjelajah. Teman2 ku ini sangat tertarik dengan t-shirt yang aku pakai. Ya, aku baru saja mendapat t-shirt ini, memang sangat menarik 'Travel Warning : Indonesia : Dangerously Beautiful.' Penyesalan lainnya lagi. Kalau saja aku membawa lebih beberapa potong t-shirt yang sama, aku bisa menjualnya pada mereka. Indonesia is too beautiful to refuse. Kami terus bertukar pengalaman. Sampai akhirnya kami harus transit dan keluar dari pesawat. Kami memutuskan untuk hangout bersama. Lumayan. Ketawa terus. Kami memilih satu coffee shop, memesan kopi dan memilih meja yang di tengah2 ruangan. Ternyata banci tampil juga. Inginnya semua orang melihat ke arah kami.
Setelah 4 jam transit, kini aku kembali di dalam pesawat. Begitu pesawat take off, kami pun langsung tertidur. Aku sempat terjaga. Mimpi. Blon apa2 aku sudah kangen sama yang aku tinggalkan. Aku segera mengalihkan perhatianku. Lebih baik kembali tidur.

Aku merasa ada yg bergerak2 di kuping ku. Lalu di hidungku. Lalu aku merasa mataku dihinggapi sesuatu. Waaaaah, ternyata teman2 ku iseng sekali. Dari tadi menontonku tidur dan akhirnya iseng membangunkan aku. Masih sekitar 3 jam lagi baru akan landing. Aku mulai bosan. Ga betah duduk saja. Aku bangun untuk membasuh muka dan mengganti t-shirt. Aku memutuskan jalan2 dari satu isle ke isle lain. Melihat2, siapa tau ada yang keren.

Tetep bosan.

Akhirnya, pesawat akan landing. Senangnya. Waktu setempat pukul 10 pagi. Aku dan teman2 tadi berpisah disini. Kami telah bertukar detail contact. Berharap dapat bertemu kembali. Aku mencari tempat penitipan luggage. Ya aku masih ada waktu 7 jam disini, sebelum melanjutkan penerbangan dengan pesawat kecil ke daerah terpencil di utara. Aku memutuskan untuk berkeliling Frankfurt.

Aku menghubungi seorang teman lama. Kami bertemu di coffee shop tidak jauh dari airport. Aku agak deg2an juga. Sudah lebih dari 10 tahun tidak bertemu dengan Bernd. Dia langsung bisa mengenaliku begitu memasuki ruangan. Agak kaku. Tapi tidak lama. Karena kami langsung bisa saling mencela. Jelajah kota pun dimulai. Kota ini lumayan antik menurutku. Sudah beberapa kali stop di airport nya tapi belon pernah sekalipun aku menjelajah isi kota. Menarik.
Rasanya lelah sekali. Ngantuk. Sudah saatnya kembali ke airport. Menunggu pesawat yang akan menerbangkanku ke Kobenhaven. Perjalananku masih panjang. Begitu mendarat, aku sudah dijemput seorang teman lama yang lain, Niklas. Road trip dimulai. Kami akan mengemudi menembus jalan panjang menuju Jonkoping. Daerah yang sangat dingin buat ku. Tapi aku rasa akan menjadi pengalaman yang menyenangkan.

Aku dan Niklas sempat berbincang2 sebentar. Tentang keluarganya. Tentang Jasper. Aku memandangi sekelilingku. Gelap. Sepi. Peaceful tepatnya. Kembali aku teringat ke negeri tercintaku, aku inget belahan jiwaku. Seharusnya kami melakukan ini bersama2...

I am sorry - Aku pergi

Maafin aku. I am sorry.

Aku harus pergi. Meninggalkan semua cerita lama yang telah mendarah daging dalan diriku. Semua sedang aku bereskan. Aku sedang mengepak barang2ku. Ada beberapa dus besar, dan banyak juga dus kecil. Isinya hanya buku2, dvd, document dan peralatan outdoor ku. Sempet terpikir untuk memberikan saja gear ku pada seorang teman. Tapi size ku mungkin tidak akan pernah cocok buat siapapun. Lalu sepeda ku. Aku tidak mungkin mengepak nya. Aku hanya mencopot roda2nya saja.

Lelah. Aku tidak berlari. Tapi mungkin karena berjalan ditempat.

Aku mendapatkan semua keberanian ini karena beberapa kejadian beruntun beberapa waktu terakhir. Setelah merasa benar2 tidak ada harapan lagi. Aku menghubungi seorang teman yg bekerja di travel agent. Minta ticket. Yep. Dia menyebutnya sebagai hadiah ulang tahun. Aku menyebut 1 negara. OK. Dia mengurus semuanya, termasuk visa ku. Beres.

Aku perlu menitipkan sebagian besar barang2 ku di rumah keluarga. Aku melihat semua dus itu satu persatu. Aku tidak tau kapan aku akan kembali. Terbersit sedikit keraguan. Aku menepisnya. Aku akan meninggalkan semua disini. Lalu bagaimana dengan belahan jiwa ku?
Buka pintu. Melangkah.

Aku siap menuju airport. Memulai hidup baru. Hidup yang tidak akan semudah di sini, tetapi aku punya harapan lain. Belahan jiwaku ? Aku ingin kau ikut dengan ku. Tapi akan egois sekali kalau kau harus mengorbankan hidupmu yang baru kau mulai untuk seorang seperti ku. Tidak fair. Aku telah berusaha menyampaikan hal ini beberapa kali, tapi kamu tidak noticed. Aku pun tidak mampu menyampaikannya langsung.

Aku pergi. Maafkan aku. I am sorry.