Sabtu, 19 Juli 2008

Dibodohi rasa kasian

Pernah memiliki teman baik, sahabat, bestfriend, soulmate friend or whatever you called them ? Dalam satu babak kehidupanku, aku pernah keluar dari lingkaran yang telah menjebakku dari rasa kesatuan dan keterikatan dalam istilah tesebut. Ya, waktu itu aku merasakan hubungan yang tidak seimbang. Aku merasa aku telah berlebihan. Mungkin aku over-owned terhadap seseorang. Jadi it was only me yang merasa bahwa dia adalah sahabatku sedangkan dia tidak merasa demikian. Kasar2nya ya...orang bego juga bisa lihat. Kalau dia sedang sakit, aku yang akan ada disana siang malam, membantunya membersihkan diri, membantu membersihkan muntahannya, menggantikan bajunya. Membawakan semua yang dibutuhkannya. Sebagai manusia biasa, pastinya akupun mengharapkan seorang sahabat akan melakukan hal yang sama untukku. Kenyataannya? I've been sick sejak October tahun lalu. Menjalani terapi ini itu. Berapa sering dia ada disampingku? Not even one. Nol. Ga pernah. Hahahaha. Semua juga melongo, mulut menganga lebar. Mungkin dia sedang berada di luar daerah? Atau mungkin dia sedang berada di luar negeri? Hihihihii....dia cuman sekitar 30 menit perjalanan dari tempatku. Tapi dia tidak pernah muncul.

Well, ga fair juga kalo dibilang dia tidak peduli terhadapku. Dia selalu mnelponku. Menanyakan kondisiku. Dia bilang dia peduli banget sama aku. Tapi dia ga pernah muncul. Ada yang bisa percaya? Pertama2 sih aku pikir dia sibuk sekali dengan pekerjaannya. Tapi, ini abad technology. Huahahaha...ada Friendster, ada Facebook dan ada Multiply yang menerangkan semua kondisi kepadaku. Dia ada di mana2 berkumpul dengan banyak teman2 berbeda, hangout, ngopi, party...you name it. Tapi dia tidak pernah sekalipun datang ke tempatku ketika aku sakit.

Akhirnya hal itu aku sampaikan secara terbuka padanya. Dia sedih sekali katanya. Dia punya banyak keterbatasan. Tapi dia ingin sekali menemaniku melewati hari2 perawatan. Tekadku yang sudah bulat untuk tidak bertemu dengannya lagi seketika hilang. Aku merasa kasian padanya. Apalagi dia bilang, bahwa hanya aku satu2nya yang dia punya, yang mengerti dia.

Tapi, aku hanya manusia biasa. Setelah memberinya kesempatan lagi, akhirnya aku tiba di ujung jalan. Jalan yang ingin aku lalui dengan orang2 yang bisa menemani aku. Dan aku tahu dia tidak bisa. Maafkan aku kawan. Aku harus meninggalkanmu. Aku tidak bisa membiarkan kamu menggunakan akhir waktu ku hanya memikirkan yang terbaik untuk mu, tapi aku perlu banyak waktu untuk diriku dan orang2 yang benar2 sayang padaku.