Rabu, 24 Desember 2008

Xmas's Eve

I spent of my time at the office, especially this end of year moment. Not like years behind, this year keeps everybody even busier. No one talking about going away for holiday. Even on xmas's eve, I still there, busy with my so called duties. I called my boss on the phone, updated her all day progress, reminded her that I am taking my two days off, and wishing her a merry xmas. I walked around the office wisheng them merry xmas and shutted down my computer.

Thinking what I am going to do tonite...

My brother went to the church with his office mates. A friend called me to have xmas dinner together. I said yes. It was nice evening, with some friends.

I stopped by at my brother apartment, wishing him was there, so I will have a nice family xmas moment. But he is still out with his friends. Staying there, alone, made me sad. I decided to drive again. Has no place to go actually. The road is empty. Most of people must be spending time at home with their family. So I headed home directly.

I lost my heart. Feels so strange. Xmas's eve.

Senin, 22 Desember 2008

Be honest atau what the heck...

Saya pernah mencintai seseorang. Sepenuh hati saya. Walaupun akhirnya kami berpisah, saya tetap menyayanginya. Masih sepenuh hati saya, tapi dalam format yang berbeda.

Ketika saya sakit, dirawat, atau ketika saya berhasil dalam sebuah usaha, saya masih memberitahunya. Begitupun dengan dia. Bahkan ketika dia memutuskan menikahi seseorang dan dia akhirnya mempunyai anak, dia memberitahu saya. Kami dahulu bersahabat dan kami masih menjalaninya sebagai sahabat.

Tidak ada perjanjian tertulis untuk saling mengupdate. Hal ini berjalan saja secara natural.

Sahabat saya yang lain bernasib kurang baik menurut saya. Walaupun dia bersikeras kalau dia baik2 saja. Hubungan percintaannya bagai tiada putus keriaan. Party bersama, traveling bersama, bahkan memutuskan untuk tinggal bersama. Dilakukannya hanya dalam hitungan 3 bulan sejak mengenalnya. Lalu conflict bermunculan. Sahabat saya sampai berurai air mata menghadapi pertengkaran itu. Lalu setelah mereka berdamai, mereka masih melakukan traveling lagi selama 2 minggu. Betapa indah hubungan itu.

Saya termasuk orang yang menyatakan dengan jujur bahwa saya tidak suka pacar sahabat saya. Tidak bisa saya jelaskan karena apa. Hanya saya tahu ada yang salah dengan orang ini. Tapi sebagai sahabat yang baik, saya tidak ingin merusak keindahan hubungan mereka. Saya hanya bertanggungjawab menjaga dan mengamati perkembangannya. Karena satu saat nanti saya merasa sahabat saya akan memerlukan orang untuk menolongnya.

Sekitar 7 bulan setelah usia tinggal bersama mereka, akhirnya mereka bubar. Terlalu banyak ketidak cocokan diantara mereka kata sahabat saya. Tepat 2 minggu kemudian, mantan pacar sahabat saya menikah dengan orang lain dan merayakannya dengan gemerlap di gedung mewah.

Saya kaget bukan kepalang. Mana ada sebuah resepsi pernikahan dapat disiapkan dalam waktu dua minggu. Kasihan sahabat saya. Bahkan setelah pernikahan, mereka masih bertemu dan mantan pacarnya tidak memberitahukan sepatah katapun tentang pernikahannya.

Entah apa nama dari bentuk penyimpanan informasi ini. Entah apa tujuannya. Entah kenapa pula dia memacari sahabat saya dan saat yang bersamaan sedang menyiapkan pernikahan. Entah apa yang dicarinya. Entah kah hanya sex addict atau love junkie seperti yang disebut2nya. Love supposed to be coming with respect and care. Not deceitful. Semoga dia tidak menyakiti pasangannya yang baru dinikahinya. Semoga dia berhenti menambah luka hati orang tuanya. Atau dia akan menuai karmanya...

Sabtu, 20 Desember 2008

Malaikat yang memberi, tanpa mengharap kembali

Pernah denger quotation seperti ini "Treat People the Way You'd Like People to Treat You" ? Very popular I bet. Bertahun2 saya percaya dengan konsep tersebut. Saya memperlakukan orang lain dengan baik, sebagaimana saya ingin diperlakukan oleh orang lain. Jika ada teman yang susah, saya sebisa mungkin menolong, karena siapa tau kalau saya kesusahan nanti, saya butuh pertolongan nya.

Ibu saya pun terus menerus mem brain-washed saya dengan kalimat2 serupa, "pergilah bezook temen kamu yang sakit, kalo kamu sakit nanti, kamu pasti akan senang kalo teman kamu datang". Ibu saya pun akan menyiapkan segala macam untuk saya bawakan untuk teman saya yang sakit itu.

Kenyataan tidak selamanya seperti scenario yang kita ciptakan. Disaat saya terkapar sakit, apakah ada yang datang membezook ? Jawabannya : tidak satupun dari teman2 saya yang saya anggap dekat. Justru hanya teman2 yang saya anggap 'biasa' yang datang berkali2 dengan susah payah menjangkau area rumah saya yang termasuk dipinggiran kota. Susah dijangkau karena teman saya yang 'biasa' itu hanya memiliki motor saja. Teman 'biasa' saya yang lainnya menunggui saya menjalani berbagai proses menyakitkan di RS.

Lalu kemana kah teman2 dekat saya? Entah ada keriaan apa, serentak sontak mereka semua ada sesuatu yang lebih penting. Ada pekerjaan yang tidak bisa ditunda, ada acara keluarga yang sangat mendesak. Project yang tiada kunjung usai. Ya, sampai hari ini saya sakit sudah mencapai hitungan 14 bulan. Sepanjang itukah kesibukan mereka? Maaf saya jadi sinis.

Ibu saya berkata, "Disini kamu belajar siapa sebenarnya temanmu".

Sewaktu seorang teman sakit, saya selalu meluangkan waktu sepulang kerja untuk menghampirinya. Berusaha membuatnya nyaman, menjaganya. Padahal saat itu sayapun sedang tidak terlalu sehat. Tetapi compare to dia, saya masih lebih kuat. Bagi saya, sesedikit apapun waktu yang ada bisa saya siasati. Yang penting saya punya niat baik. Menolong sesama tanpa diminta.

Berhubung saya manusia biasa, saya sangat mengharapkan perbuatan baik sebagai balasan kebaikan saya. Saya bukan malaikat, yang memberi tanpa mengharap kembali.

Sabtu, 13 Desember 2008

Confirmed

Sore tadi, saya sedang sangat lelah karena sejak kemaren sampai hari ini saya diare lebih dari 13 kali. Cellphone saya berbunyi. Saya mencoba meraih nya. Dan saya melihat di display namanya. "Hallo? Jadi pergi kawinan di GH?". Saya menjawab dengan, "I don't know, I am not very well rite now. Nanti aku kabarin kalau jadi".

Seemed like nothing happened between us last night. As I get better, then I get ready to go to Dharmais for visiting little friends to celebrate Xmas. Selesai itu, saya pergi ke rumahnya. Dia tidak bisa saya hubungi. Saya tidak mau meng high lite ini. Saya kirimkan sms saja, bahwa saya ke rumahnya. Saya memang punya kunci.

Saya kaget sekali melihat rumahnya yang berantakan. Kotor. Ini bukan dia. Dia adalah orang yang teratur dan bersih. Telapak kaki saya sampai hitam oleh debu lantai. Kepala tempat tidur saya sentuh, kotor juga. Tempat tidur juga belum dirapikan. Saya meletakkan tas saya, lalu saya pergi ke supermarket untuk membeli peralatan bersih2. Sore itu saya putuskan tidak pergi ke kawinan. Saya membersihkan rumah saja. Saya mersa sangat kasihan sama sahabat saya ini. Entahkah dia terlalu sibuk atau apa sampai dia tidak mengurus rumahnya.

Malam itu dia kembali ke rumah untuk menjemput saya karena kami akan pergi keluar dengan teman2 lain. Sepanjang perjalanan dimobil, kami tidak banyak bicara. Saya berusaha relax dan melupakan pertengkaran kemaren. Tapi tetap kaku. Malam itu dia aneh sekali. Saya sempat kesal lagi dibuatnya. Saya coba abaikan saja. Toch saya pun sudah tahu, saya sudah kehilangan sahabat saya dari kemaren.

Walapun sepanjang sore tadi kami berbincang melalui telpon beberapa kali, dan semua seemed nice, tetap saja ketika bertemu muka, dia kembali tidak bersahabat. I was so tired dan mengantuk. He let me drive home alone and went home with other friends. Without asking whether I am alrite or not like he used to say. He spoke nicely to others, but not to me. It confirmed everything then.

No more tomorrow.

Jumat, 12 Desember 2008

When convincing might be too late

He sent a text. I didn't reply. I didn't know what to write to him anymore. So put away my cellphone. I went to bed. But I couldn't sleep. I feel so sad.

After about 2 hours later, I received a text "you were called by 08118XXXXXX" and then again and again. Must be there was bad signal in my bedroom. I didn't try to call him back.

Right by midnite, he finally reached me. He tried to convince me why he reacted like yelling and stuff to me. Nothing personal. Yeah, right. I told him my words. He didn't hear me. I don't feel like to argue anymore. So I just said, ya ya ya. He hang up the phone. I got back to my bed.

I don't know whether I cry because I am losing him, or I cry because he treated me bad. I have no idea. About 30 minutes later again I receive text from him, still want to convince me.

I pull my blanket, tuck myself in. I don't feel like to reply his text or call him back. I just want to sleep.

Sahabat yang tak lagi bersahabat

I was born dengan multi talenta. The best talent is I read people like I read an open book. Some think it's hanya asumsi saya saja. Yang lain terheran2 dengan pernyataan saya.

Dalam hubungan dengan manusia, selain mengamati object diluar saya, saya pun paham benar situasi diri saya. Walau saya mencoba mengelabui, tapi saya tahu apa yang sedang berlangsung.

Sudah lebih dari satu minggu, sahabat saya merespon dengan tidak bersahabat. Saya tahu pasti ada sesuatu. Tapi saya mencoba mengelabui pikiran saya. Saya melakukan mind manipulation. Saya anggap, itu hanya perasaan saya saja yang sedang membutuhkan banyak perhatian dan dia tidak dapat memberikan karena kesibukannya. Setiap text message, setiap call, setiap misscalled...nada sebal kental sekali hadir dalam respon disana. Kata2 nya selalu berbumbu pedas. Saya mengkonfirmasi perasaan sensitif itu langsung kepada nya. Dia mengatakan itu hanya perasaan saya. Saya pun menyetujui itu sambil berpikir bahwa ini bukan phase sentif saya.

Akan tetapi, hari ini, kata2nya telah membuat air mata saya berderai. Saya sampaikan sekali lagi padanya. Jika ada yang salah dari bahasa saya, mohon saya diberitahu dan dimaafkan, karena nothing I have done to hurt his feeling in purpose. Again dia tidak mengakuinya.

Baiklah, saya sudah mencoba. I have tried darling. But seems you don't want to talk. Ignorance. That's what I can see.

Me re flash back, you told me what way I should take to deal with you. During office hour, you prefer me to call you with ''are you busy?". If no, then we continued the conversation. If yes, then you will call me back.

Cara itu saya gunakan terus. Sampai tiba2 sahabat saya mengatakan, "kalau mau bicara, langsung aja, ga usah pake nanya2 lagi sibuk atau tidak". Disampaikan dengan nada kesal. Karena menurutnya, saya hanya berasumsi dia sedang sibuk. Sayapun mengikuti kembali maunya. Intinya saya menyadari kegagalan bahasa saya, kekacauan cara saya berkomunikasi. Jadi saya setuju dengan cara barunya, karena saya ingin mempunyai komunikasi yang baik dengan sahabat saya.

Hari ini, saya pun langsung memanggilnya melalui YM, langsung tanpa basa basi menanyakan dia lagi sibuk atau tidak. Saya melihat sign di status YM nya. Tidak idle, artinya dia sedang ada di depan computernya. Tapi dia tidak menjawab saya. Begitu panjang message saya. Saya kembali memanipulasi pikiran saya dengan anggapan dia sedang sibuk, dan computernya sedang digunakan oleh orang lain. Ketika waktu berlalu dan saya semakin penasaran, saya menghubunginya melalui telpon,dan dia menjawab bahwa dia sedang main game. Jadi dia tidak sibuk, tapi tidak pula menjawab text saya.

Hari ini, respon sahabat saya untuk kalimat2 saya telah menyakitkan hati saya. Sahabat saya sudah tidak bersahabat lagi terhadap saya. Dan saya tidak tahu ada apa dibalik itu. Bagi saya, come and slap me if I'm wrong. Saya tidak terbiasa dengan cara nada kasar dan marah2.

Mungkin sahabat saya sudah memilih jalan lain yang lebih sesuai baginya, dimana jalan saya sudah tidak sesuai untuknya. Atau mungkin ada sahabat baru untuknya yang lebih cocok dengan nya. So long buddy. Someday, I will still be here, to hold your hand again when you need me.